Monday, January 18, 2010

INTRODUKSI

Pada musim semi tahun 2004, para Sekretaris Negara dan para Menteri Luar negeri dari 25 negara yang tergabung dalam Uni Eropa mencapai suatu resolusi mayoritas untuk bernegosiasi dengan Turki berkenaan dengan kemungkinan bergabungnya (Turki) dengan EEC (Masyarakat Ekonomi Eropa). Sekali lagi keputusan ini mengakibatkan masyarakat dalam negara-negara terkait menyadari adanya perbedaan-pebedaan dan kesamaan-kesamaan antara negara-negara Barat dengan negara-negara Islam. Beberapa kalangan yang memikirkan hal ini secara mendalam merasa kurang sejahtera, ketika mereka mengenangkan kembali pengalaman-pengalaman yang telah terjadi dalam sejarah dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi oleh karena perkembangan yang baru ini, yang kemungkinan besar akan dipaksakan untuk diterima dan bertentangan dengan keinginan mayoritas populasi di beberapa negara anggota EEC.

PENAKLUKKAN ISLAM ATAS SPANYOL

Pada tahun 711 M, Tarik Ibn Siyad menyeberangi Selat Gibraltar dengan 7000 orang. Ia dan para penerusnya menaklukkan sebagian besar Spanyol dan Portugal dalam 20 tahun. Dalam upaya untuk mentransformasi dataran Iberia menjadi sebuah negara Islam, ia kemudian secara sistematis menempatkan orang-orang Siria, orang-orang Palestina, orang Persia, orang Yaman, orang Irak, orang Mesir dan Arab Hedjaz di berbagai distrik di kota itu.

Sejak 713 M, pasukan Islam di bagian Selatan dengan 18.000 tentaranya dari Yaman dan Siria telah menaklukkan Perancis Selatan di bawah Musa Ibn Nusair; pada 720 mereka menduduki Narbonne dan pada 721 Nimes, Arles dan Avignon. Pada 725 mereka menyerang Rhonevalley, menaklukkan Lyon dan pada tahun yang sama, Langres, Sens dan Luxeuil di Vosges sebelah barat Basel.

Pasukan Islam Utara di bawah pimpinan Jenderal abd al-Rahman al-Ghafiki menghancurkan Bordeaux pada 731 M, menaklukkan Poitiers dan mengalami kekalahan dekat Tours pada 732 oleh Charles Martel (714-41 M) dan tentara Franconian.

Antara 752 dan 759, orang-orang Franconia kembali menaklukkan Perancis Selatan dalam sebuah serangan militer yang berhasil dengan gemilang pada 795 oleh Charlemagne (768-814 M). Ia membebaskan orang-orang Pirene dari dominasi Islam dan memaksa orang-orang Muslim untuk mundur hingga melewati Sungai Ebro di Spanyol.

Pembebasan Spanyol dari pendudukan Islam diselesaikan secara bertahap. Kerajaan-kerajaan Katolik di Castile, Leon, Portugal dan Aragon telah bermunculan di Utara, Barat dan sebelah Timur Spanyol. Oleh karena digerakkan oleh cita-cita Perang Salib, mereka dapat menaklukkan kembali lebih banyak lagi teritorial yang diduduki Islam pada abad 12, sehingga pada 1212 M, Emirat Islam Cordoba telah diperkecil menjadi hanya seperempat bagian dari Spanyol. Pada 1236 M, Cordoba diserang, dan pada 1248 Seville dan Cartagena jatuh ke tangan orang-orang Castilia. Pada 1262 Cadiz ditaklukkan, tetapi Tarifas direbut pada 1344. Kerajaan kecil Granada tetap bertahan hingga 1481. Pada 1492 sebuah keuskupan Katolik didirikan di sana. Dibutuhkan lebih dari 700 tahun untuk membebaskan Spanyol dari dominasi Muslim.

Pada masa kini, kaum fundamentalis Muslim di Afrika Utara berusaha mengklaim kembali sebagian dari Spanyol Selatan (Andalusia), karena berdasarkan hukum Shariah mereka, suatu wilayah yang pernah diduduki oleh orang Muslim selamanya adalah milik Islam.

Filsuf Frederick Nietzche (1844-1900) dipandang telah memberikan komentar yang sarkastis, yaitu bahwa kesalahan terburuk sejarah Barat adalah kemenangan Charles Martell! Namun kenyataannya, invasi Muslim telah mempersatukan kekaisaran Franconia dan dengan demikian telah meletakkan dasar bagi Eropa di kemudian hari.

PENAKLUKAN BALKAN OLEH OTTOMAN

Gelombang serang Islam yang kedua terhadap Eropa dimulai pada 1354 M ketika Ottoman, suku yang memimpin orang-orang Turki di Anatolia, menyeberangi Dardanelles. Pada 1371, mereka menaklukkan Bulgaria, pada 1383 Makedonia. Sofia jatuh pada 1384. Pada 1389 mereka menaklukkan pasukan aristokrasi Serbia di Blackbirdfield di Kosovo. Pada 1395 Sigismund dari Hungaria dan pasukan Perang Salibnya dikalahkan. Pada 1400 Ottoman Turki menaklukkan Dobrudscha di Laut Hitam. Sebagai akibatnya, Danube secara temporer menjadi batas Utara dari Turki.

Kemenangan beruntun Ottoman diinterupsi ketika Timur Lenk (Tamerlan) tiba-tiba menginvasi Anatolia (1370-1405 M) mengakibatkan kekalahan telak terhadap golongan Ottoman yang terkait secara etnis di Ankara 1402. Pada tahun 1453, setelah masa pemulihan, Ottoman menaklukkan Konstantinopel setelah beberapa pengepungan. Kejatuhan kota itu ditandai dengan berakhirnya kubu pertahanan kekristenan di Timur Dekat, yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Sejak saat itu Konstantinopel disebut Istanbul (artinya: para aristokrat, orang-orang mulia). Setelah berperang selama 21 tahun (1435-1466) Albania jatuh ke tangan orang-orang Turki.

Setelah kejatuhan Konstantinopel, orang-orang Turki mengalahkan Serbia beberapa tahun kemudian (1459-1465), namun mereka hanya menguasai benteng Belgrade pada 1521. Pada 1529 mereka menaklukkan Bosnia dan pada tahun yang sama gagal dalam usaha menaklukkan Wina untuk pertama kalinya. Selama operasi-operasi militer berikutnya, mereka menundukkan Walchia sejak 1521 sampai 1545. Dalam peperangan selama 140 tahun yang berlangsung dari 1541-1688, mereka mengalahkan Transilvania dan Hungaria. Sehubungan dengan penaklukkan-penaklukkan ini, orang-orang Turki mengepung Wina pada 1683 untuk kedua kalinya dan akan mengalahkan kota yang telah kelaparan itu seandainya jenderal yang berwenang saat itu tidak menunda penyerangan. Ia menunggu kota itu untuk menyerah secara sukarela, yang kemudian akan menjadi rampasan perang untuknya pribadi.

Setelah pengepungan Wina diakhiri oleh serangan militer dari pasukan persekutuan Eropa, maka dimulailah perang yang berkepanjangan untuk merebut Balkan kembali. Diperlukan waktu 200 tahun untuk kembali menaklukkan benteng Belgrade (1688-1867), walaupun Pangeran Eugene memenangkan peperangan. Serbia baru dibebaskan pada 1882, setelah diduduki oleh Turki selama lebih dari 400 tahun(!), kemudian diikuti Bosnia pada 1908, Albania pada 1912 dan Makedonia pada 1913.

Siapapun yang terkesima dengan sikap tidak toleran Kristen Ortodoks terhadap orang Muslim di Kosovo dan di Makedonia harus memperhatikan kenangan pahit yang diberikan kekaisaran Ottoman yang masih dengan berat menekan orang-orang Balkan. Setiap tahun, 30.000 orang muda Kristen, usia 12 tahun ke atas, direkrut untuk masuk ke dalam resimen Janissaris, mereka dipaksa masuk Islam dan digunakan sebagai pasukan pendobrak dalam peperangan-peperangan sultan-sultan Turki. Semua nenek moyang orang Muslim, yang sekarang hidup di Balkan, adalah orang-orang Kristen sebelum mereka diinvasi oleh Turki. Namun, mereka kemudian memeluk Islam, untuk menghindar dari pajak-pajak yang melilit yang dikenakan kepada kaum minoritas dan juga penghinaan. Hingga hari ini, keturunan orang-orang yang murtad ini dihina dan dibenci oleh banyak kaum Kristen Ortodoks.

MODERNISASI TURKI SETELAH PERANG DUNIA I

Selama 400 tahun, Mediterania Timur, Laut Hitam dan sebagian Persia dan kebanyakan negara-negara Arab diperintah oleh sultan-sultan Ottoman. Setelah kejatuhan kekaisaran ini dalam Perang Dunia I, Ataturk (Bapak Bangsa Turki) mencoba menciptakan sebuah negara yang baru mengikuti model Eropa. Ia menghapuskan kekhalifahan Turki atas semua Muslim. Di negaranya sendiri, ia mencabut Shariah (hukum Islam) pada 1926, menutup gulungan-gulungan Qur’an dan melarang mazhab-mazhab mistik. Di jalan-jalan, ia memerintahkan satgas untuk mengawasi orang-orang yang lalu lalang. Bahkan ia mengadopsi konstitusi Swiss sebagai dasar politis negaranya yang baru, Undang-undang Hukum Pidana Italia dan Hukum Perdagangan Jerman sebagai dasar bagi kehidupan sosial. Dengan demikian ia berharap dapat memaksa Turki untuk bergabung dengan Eropa yang modern dengan teknologinya.

Namun demikian, “Eropanisasi” Turki tetap tinggal hanya sebagai sebuah program yang ideal. Pada kenyataannya, hanya seperempat orang-orang yang menerima filsafat sosialisme, sepertiga menjadi Islam liberal seperti halnya Ataturk sendiri, sebuah pergerakan nasionalis muncul di beberapa bagian populasi, dan ada sekelompok masyarakat lainnya tetap islami. R.T. Erdogan, yang menjadi Perdana Menteri saat ini dan sebelumnya adalah walikota Istanbul, hingga belum lama ini adalah anggota partai konservatif Islam.

Bagaimana pun, Islam tidak dapat menyangkali naturnya yang sebenarnya. Islam bukanlah sebuah agama seperti yang dipahami dalam pencerahan Eropa. Tujuan Islam adalah menyatukan negara dan agama. Kenyataan ini tidak dapat diterima oleh humanisme modern; namun demikian telah dibuktikan secara teologis, legal dan historis.

Kira-kira ada 4 juta orang Turki yang kini tinggal di Eropa, tidak termasuk warga negara Turki yang tinggal di negara mereka sendiri. Perkiraan ini tidak mencakup hampir satu juta orang Turki yang telah menjadi warga negara Eropa.

Jerman 2.550.000

Perancis 350.000

Belanda 330.000

Belgia 140.000

Austria 119.000

Swiss 100.000

Inggris Raya 80.000

Denmark 55.000

Swedia 36.000

Norwegia 11.000

Italia 11.000

Finladia 4.000

Spanyol 2.000

Luxemburg 300

Portugal 250

Adalah prioritas absolut kami untuk meyakinkan orang Kristen agar mempersiapkan diri untuk berkonfrontasi dengan Muslim. Kami berusaha untuk memberikan penekanan pada beberapa poin yang krusial berkenaan dengan kontak antara kedua agama tersebut. Setiap pembaca harus memutuskan sendiri apakah jurang dalam antara Islam dan kekristenan dapat dijembatani atau tidak!

KEANGGOTAAN PENUH ATAU AFILIASI DENGAN MASYARAKAT EROPA

Haruskah Turki menjadi anggota penuh Uni Eropa, dan bukan hanya anggota afiliasi? Ini akan berimplikasi bahwa 20 hingga 25 juta orang Turki akan mempunyai kerinduan untuk bermigrasi ke kota-kota Eropa yang lebih besar, dimana teman-teman dan kerabat mereka telah terlebih dahulu tinggal di sana.

Kita sedang berada di tengah-tengah invasi Islam yang ketiga terhadap Eropa. Banyak orang yang tidak ingin menghadapi kenyataan ini! Beberapa politisi secara sistematis memandang perkembangan ini lebih jauh lagi, apakah dengan harapan menciptakan suatu masyarakat multikultural tanpa keunggulan kekristenan atau dengan tujuan untuk mendapatkan suara-suara pemilih baru untuk partai-partai politik mereka.

Berdasarkan perkiraan dari Biro Statistik Federal di Wiesbaden, populasi orang Turki kemungkinan besar akan mencapai 100 juta penduduk pada tahun 2050 M. Dalam hal ini, orang-orang Turki akan merupakan seperlima dari populasi Uni Eropa dan akan menempati posisi-posisi, melalui suara-suara mereka dan perwakilan-perwakilan mereka (dan kemungkinan besar komisioner-komisioner), untuk mempengaruhi perkembangan Eropa dengan sangat kuat.

Sayangnya, mayoritas populasi asli di negara-negara Uni Eropa hanya memberikan sedikit kontribusi untuk menolong para pekerja asing atau pelajar-pelajar dari latar-belakang Islam untuk berintegrasi dengan budaya mereka. Siapa yang peduli untuk mengunjungi sebuah keluarga Turki untuk menolong mereka memecahkan masalah mereka berkenaan dengan administrasi? Banyak orang Turki, dalam kesendirian mereka, mengundurkan diri ke dalam kelompok-kelompok etnis dan religius. Dalam mesjid-mesjid mereka, mereka diajarkan bahwa mereka tidak boleh bersahabat dengan orang-orang Yahudi dan juga Kristen, oleh karena orang Yahudi dan Kristen akan membuat mereka berpaling dari jalan/cara hidup mereka (Surat al-Nisa’ 4:89. 101; al-Tauba 9:29-30; al-Mumtahina 60:1; al-Saff 61:9, dsb). Sebagai akibat dari keterkejutan budaya yang mereka alami di Eropa, banyak diantara mereka yang menjadi semakin teguh dalam keyakinan mereka daripada ketika mereka masih berada di kampung halaman mereka sendiri. Beberapa mesjid yang baru didirikan diberi nama para sultan dan jenderal yang pernah menaklukkan negara-negara Balkan bagi kekaisaran Ottoman dan bagi Allah.

No comments:

Post a Comment